I. PENDAHULUAN
Sebelum membicarakan hal utama yaitu Hak Cipta Atas Karya Sastra sebaiknya kita melihat dahulu konsep dasar perlindungan dari Hak Cipta itu sendiri, hal tersebut sangatlah penting untuk kita pahami bersama agar diperoleh suatu presepsi yang sama dalam memahami Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Karya Sastra yang menjadi topik dalam Temu Sastra Indonesia ini.
Sebagaimana telah diketahui bahwa Hak Cipta termasuk dalam salah satu rezim perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang terbagi menjadi :
Hak Cipta (Copyright) dan Kekayaan Industri (Industrial Property) yang terdiri dari Paten , Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia dagang.
Pada saat sekarang bangsa Indonesia sedang berhadapan dengan pelbagai perubahan terutama menghadapi perkembangan teknologi digital yang membawa dampak pada kehidupan manusia dalam masyarakat. Perubahan tersebut akan mempengaruhi pada sikap pola kerja serta pola pikir bagi para intelektual yang segera dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dalam perkembangan tersebut dan berusaha untuk menanggulangi dampak negatip dari adanya kemajuan teknologi yang sangat cepat terutama di bidang hak cipta.
Dalam rangka persaingan global pada dasarnya Indonesia memiliki dukungan yang sangat potensial di pasar global yaitu memiliki keaneka ragaman etnik / suku bangsa dan budaya serta kekayaan di bidang seni dan sastra dengan pengembangan-pengembanganya namun demikian memerlukan perlindungan Hak Cipta terhadap kekayaan intelektual negara yang lahir dari keanekaragaman tersebut.
Keberadaan HKI memang tidak lepas dari kegiatan ekonomi, industri dan perdagangan, Indonesia telah menjadi anggota dari berbagai konvensi/perjanjian internasional di bidang hak kekayaan intelektual dan khususnya di bidang hak cipta yang memerlukan pengejawantahan lebih lanjut dalam sistim hukum nasionalnya.
Perkembangan perdagangan, Industri dan investasi telah sedemikian pesat sehingga diperlukan suatu undang-undang di bidang Hak Cipta yang dapat menampung perkembangan tersebut dalam rangka meningkatkan perlindungan bagi pencipta, pemilik hak yang berkaitaan , dan dalam keseimbangan masyarakat luas. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas pemerintah mengganti peraturan Undang-undang Hak Cipta yang ada dengan Undang-undang Hak Cipta yang baru.
Peranan dan tantangan sistim HaKI di masa depan memiliki arti sangat penting untuk di pikirkan bersama karena; Sistim HKI menciptakan iklim perdagangan dan investasi yang kompetitif; dapat meningkatkan pengembangan teknologi, ilmu pengetahuan seni dan sastra dan budaya serta dapat mengembangakan pengembangan ekspor produk local yang berkarakter dan memiliki tradisi budaya daerah.
Pemerintah menyadari akan arti penting perlindungan HaKI secara global adalah untuk mengundang investor asing lebih banyak menanamkan modalnya di Indonesia ,sehingga pada tahun 1994 Pemerintah Indonesia meratifikasi TRIPs (TRADE- RELATED ASPECT OF INTELLECTUAL PROPERTY RIGHTS) Perlindungan dan Penegakan Hukum HaKI bertujuan untuk mendorong timbulnya inovasi, pengalihan dan penyebaran teknologi dan diperoleh manfaat bersama antara penghasil dan pengguna pengetahuan teknologi ,dengan cara menciptakan kesejahteraan sosial ekonomi serta keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Untuk memenuhi ketentuan dalam TRIPs Indonesia telah melakukan perubahan atau revisi dalam perundang-undangan di bidang HaKI serta Undang -Undang mengenai Hak Cipta sebelumnya, dan mengganti dengan Undang-undang Hak Cipta yang baru.
Sejalan dengan perubahan Undang-undang HKI tersebut Indonesia telah meratifikasi 5 (lima) persetujuan internasional dibidang HaKI yaitu :
a) Keputusan Presiden No.15 Tahun 1997 tentang pengesahan the Paris Convention for the Protection of Industrial Property Organization
b) Keputusan Presiden No.16 Tahun 1997 tentang pengesahan the Patent Cooperation Treaty (PCT) and regulation under PCT
c) Keputusan Presiden No.17 Tahun 1997 tentang pengesahan the Trademarks Law Treaty.
d) Keputusan Presiden No.18 Tahun 1997 tentang pengesahan Berne Convention for the Protection of literary and Artistic Works
e) Keputusan Presiden No.19 Tahun 1997 tentang pengesahan the WIPO Copyrights Treaty.
Selain persetujuan Internasional tersebut diatas Indonesia bermaksud meratifikasi dua perjanjian international lainnya yaitu adalaah Kovensi Roma ( Rome Convention , 1961 adalah International Convention for the Protection of Performer, Producers of Phonograms and Broadcasting Organisations ) dan WPPT (WIPO Performaance and Phonogram Treaty 1996 ).
II. HAK CIPTA
Perlindungan hukum terhadap karya cipta telah berkali-kali diadakan perubahan yaitu Undang-Undang No 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah lagi dengan dengan Undang-Undang No 12 tahun 1997 dan akan diganti dengan Undang- Undang Hak Cipta yang baru.Ruang lingkup perlindungan Hak Cipta meliputi karya Cipta di bidang seni,sastra dan ilmu pengetahuan yang sangat luas meliputi :
a. buku, program koputer,pamlet , susunan perwajahan karya tulis karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;
b. ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan ;
d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e. drama ,atau drama musikal, tari , koreografi , pewayangan, patomim;
f. seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis,gambar seni ukir,seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase,seni terapan;
g. arsitektur;
h. peta;
i. seni batik;
j. fotografi;
k. sinematografi;
l. terjemahan ,tafsir, saduran,bunga rampai ,dan karya lainnya dari hasil pengalih wujudan; .
Ciptaan sebagaimana disebut dalam huruf l dilindungi sebagai ciptaan tersendiri tidak mengurangi Hak Cipta atas ciptaan aslinya.Dalam perlindungan sebagaimana dimaksud diatas termasuk juga semua ciptaan yang tidak atau belum diumumkan ,tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan perbanyakan hasil karya itu.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas pengertian dari hak Cipta adalah hak eklusif bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Catatan: pengertian mengumumkan atau memperbanyak termasuk kegiataan menterjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkaan, mempertunjukan kepada publik, menyiarkan, merekam dan mengkomunikasikan Ciptaan kepada publik melalui sarana apapun.
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan, atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Hak yang dimiliki oleh Pencipta adalah :
a). Hak Ekonomi yaitu hak untuk mengumumkan , memperbanyak, memberi izin untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Hak Ekonomi ini dapat di alihkan kepada orang atau badan hukum., Hak ekonomi ini dimaksudkan untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk Hak Terkait.
b). Hak Moral adalah hak yang tidak dapat dialihkan , karena pencipta tetap melekat pada ciptaannya ,sehingga disini terdapat hubungan yang erat antara pencipta dan ciptaannya yang pada dasrnya tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun , walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait trelah dialihkan.
Undang-undang Hak Cipta mengatur pembatasan Hak Cipta
Tidak dianggap sebagai pelanggaraan Hak Cipta :
a. Pengumuman dan /atau perbanyakan Lambang Negara dan lagu Kebangsaan menurut sifatnya yang asli;
b. Pengumuman dan /atau Perbanyakan segala sesuatu yang di umumkan dan/ atau diperbanyak oleh atau atas nama Pemerintah, kecuali apabila Hak Cipta itu dinyatakan dilindungi, baik dengan peraturan perundang-undangan maupun dengan pernyataan pada Ciptaan itu sendiri atau ketika Ciptaan itu diumumkan dan / atau diperbanyak atau;
c. Pengambilan berita acktual baik seluruhnya maupun sebagian dari Kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara Lengkap.
Pembatasan Hak Cipta berdasarkan ketentuan pasal 15 Undang-Undang Hak Cipta bahwa dengan syarat sumbernya harus disebut atau dicantumkan maka tidak dianggap sebagai pelanggar Hak Cipta :
a. Penggunaan ciptaan pihak lain untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik dan tinjauan suatu masalah dengan ketentuan dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta;
b. Pengambilan ciptaan pihak lain baik seluruhnya maupun sebagian guna keperluan pembelaan didalam dan diluar pengadilan;
c. Pengambilan ciptaan pihak lain baik seluruhnya maupun sebagian guna keperluan :
1. Ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
2. Pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi pencipta;
d. Perbanyakan suatu ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra dalam huruf braile guna keperluan para tuna netra kecuali jika perbanyakan itu bersifat komersil;
e. Perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apapun atau proses yang serupa oleh perpustakan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau lembaga pendidikan atau pusat dokumentasi yang non komersial semata-mata untuk keperluan aktifitasnya;
f. Perubahan yang dilakukan atas karya arsitektur seperti ciptaan bangunan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis;
g. Pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Pengaturan Lisensi wajib dalam Undang-undang Hak cipta :
Untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, serta kegiatan penelitian dan pengembangan, Ciptaan dalam ilmu pengetahuan dan sastra Menteri setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta dapat :
a. Mewajibkan Pemegang Hak Cipta untuk melaksanakan sendiri penerjemahan dan / atau Perbanyakan ciptaan tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu yang di tentukan;
b. Mewajibkan Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan untuk memberikan izin kepada pihak lain untuk menerjemahkan/ atau memperbanyak Ciptaan tersebut di wilayah Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan dalam hal Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan tidak melaksanakan sendiri atau melaksanakan sendiri kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
c. Menunjuk pihak lain untuk melakukan penerjemahan/atau perbanyakan Ciptaan tersebut dalam hal Pemegang Hak Cipta tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf b;
Kewajiban untuk menerjemahkan sebagaimana dimaksud diatas dapat dilaksanakan setelah lwwat jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya Ciptaan dibidang ilmu pengetahuan dan sastra selama karya tersebut belum pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia;
Kewajiban untuk memperbanyak seperti dimaksud diatas dapat dilaksanakan setelah lewat jangka waktu :
a. 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya buku di bidang matematika dan ilmu pengetahuan alam dan buku itu belum pernah diperbanyak diwilayah Negara Republik Indonesia.
b. 5 (lima) tahun sejak diterbitkan buku di bidang ilmu sosial dan buku itu belum pernah diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia;
c. 7 (tujuh) tahun sejak diumumkannya buku di bidang seni dan sastra dan buku itu belum pernah diperbanyak di Wilayah Negara Republik Indonesia.
Penerjemahan atau perbanyakan seperti dimaksud diatas hanya dapat digunakan untuk pemakaian di dalam wilayah Negara Republik Indonesia;
pelaksanaan ketentuan mengenai pemberian imbalan besarnya ditetapkan dengan keputusan Presiden. ketentuan tentang tata cara pengajuan Permohonan untuk menerjemahkan dan/atau memperbanyak diatur lebih lanjut dengan keputusan Presiden.
Pengaturan Hak Cipta atas Potret diatur tersendiri.
Untuk memperbanyak atau mengumumkan hak atas potret harus mendapat izin dari orang yang di potret atau ahli warisnya.
Apabila potret itu memuat dua orang atau lebih, Pemegang Hak Cipta harus mendapat ijin dari setiap orang dalam potret itu, hal ini berlaku hanya potret yang dibuat atas permintaan sendiri dari orang yang di Potret dan permintaan yang dilakukan atas nama orang yang di potret serta untuk kepentingan yang di potret.
Perlindungan Hak Cipta diberikan selama hidup pencipta ditambah 50 tahun sejak ciptaan tersebut diumumkan : untuk a) buku, pamflet, dan ciptaan hasil karya tulis lainnya; b) Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lainnya yang diwujudkan dengan cara diucapkan ; d) Ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, termasuk karawitan; e) drama tari (koreografi), pewayangan, pantomim; f) seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, seni terapan yang berupa seni kerajinan tangan; g) Arsitektur; h) peta; i) Seni batik; j) Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai dan karya lainnya dari hasil pengalihwujudan.
Hak Cipta atas ciptaan : Program komputer, Sinematografi, dan data base , fotografi, database, karya pengalihwujudan, diberikan perlindungan , selama lima puluh tahun sejak pertama kali diumukan. Hak cipta seperti yang disebutkan diatas ( a-j ) yang dipegang oleh badan hukum diberikan untuk perlindungan selama lima puluh tahun.
Rekaman suara ,Karya pertunjukan, diberikan selama 50 th (lima puluh tahun) sejak pertama kali di umumkan termasuk apabila dimiliki atau di pegang oleh suatu Badan hukum. Untuk karya siaran perlindungan hukum akan diberikan selama 20 tahun sejak pertama kali diumumkan.
Hak Cipta atas ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh negara diberikan perlindungan tanpa batas waktu.
Dewan Hak Cipta
Dewan Hak Cipta ini terdiri dari wakil pemerintah ,wakil organisasi profesi yang memiliki kompetensi di bidang Hak Cipta diangkat dan di berhentikan oleh Presesiden atas usul Menteri. Tugasnya adalah untuk membantu pemerintah dalam memberikan penyuluhan hukum dan pembimbingan serta pembinaan Hak Cipta. dimana nanti tugas, fungsi,tata kerja pembiayaan diatur oleh Peraturan Pemerintah.
Pada dasarnya perlindungan hak Cipta merupakan perlindungan yang otomatis, pendaftaran tidak merupakan suatu kewajiban ,karena tanpa didaftarpun suatu ciptaan tetap dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta. Pendaftaran ciptaan dalam daftar umum ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi ,arti atau bentuk dari ciptaan yang didaftarkan.
Apabila pencipta atau pemegang Hak cipta tetap ingin melakukan pendaftaran maka pendaftaran ciptaan dilakukan atas permohonan yang diajukan oleh pencipta atau oleh pemegang hak cipta kepada Menteri Kehakiman dan HAM dengan mengisi formulir ,diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dalam rangkap dua di sertai dengan biaya pendaftaran dan dilengkapi dengan contoh ciptaan atau penggantinya.
Hak Cipta dapat beralih dan dialihkan ,baik seluruh maupun sebagian, karena :
§ Pewarisan
§ Hibah
§ Perjanjian tertulis
§ Sebab-sebab yang dibenarkan UU.
Lisensi
Pemegang Hak Cipta berhak memberikan lisesnsi berdasarkan perjanjian, untuk melaksanakan hak ekonominya selama jangka waktu yang diperjanjikan, dan berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. Royalti diberikan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakataan organisasi profesi.
Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku. Perjanjiaan lisensi tersebut wajib dicatat di Direktorat Jenderal Ketentuan lebih lanjut diatur dalam PP.
Pelanggaran Hak Cipta dianggap sebagai suatu kejahatan dan Delik dalam Hak Cipta adalah merupakan delik biasa. Delik pidana yang diatur dalam Undang-undang No.6 Tahun 1982 diklasifikasi sebagai delik aduan, kemudian dalam Undang-undang No.7 Tahun 1987 pada pada Undang –undang No 12 tahun 1997 serta pada undang-undang Hak Cipta yang baru delik nya tetap adalah delik biasa . Hal ini disebabkan perlindungan hak cipta timbul secara otomatis yang berbeda dengan undang-undang HaKI lainnya dimana haknya timbul berdasarkan pendaftaran selanjutnya diharapkan aparat penegak hukum dapat secara aktif untuk mengambil langkah-langkah dalam menangani pelanggaran Hak Cipta tanpa adanya pengaduan dari pencipta atau pemegang Hak Cipta.
Perlindungan terhadap ciptaan yang tidak diketahui penciptanya, sesuai dengan Bern Convention perlu adanya penegasan pengaturan mengenai pemberian perlindungan bagi ciptaan yang tidak diketahui siapa penciptanya dan belum pernah diterbitkan. Untuk ciptaan seperti tersebut diatas Hak Ciptanya dikuasai oleh negara,sedangkan terhadap ciptaan yang telah diterbitkan tetapi tidak diketahui siapa penciptanya , maka hak ciptanya di pegang oleh penerbit.
Ketentuan pidana di bidang Hak Cipta; tercantum dalam :
Pasal 44
(1) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) pada undang-undang Hak Cipta yang baru dipidana paling singkat satu bulan penjara dan denda paling sedikit satu juta rupiah atau pidana penjara paling lama 7 tahun dan /atau denda Rp.5.000.000.000( lima miliar rupiah ).
(2) Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan ataubarang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan /atau denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dalam Undang-undang Hak Cipta yang baru denda menjadi Rp. 500.000.000.-
(3) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 ( lima ) tahun dan atau denda paling banyak Rp 500.000.000.-( lima ratus juta rupiah )
Permasalahan hak Cipta di Indonesia,
Pada dasarnya sama dengan permasalahan hak Cipta di negara-negara lain baik dinegara maju maupun negara berkembang yang membedakan adalah jumlah dan kualitas. Sebagai contoh pembajakan buku , kaset,CD,musik dsb di negara majupun terjadi akan tetapi jumlah pelanggarannya sangat sedikit sekali,sedangkan di Indonesia dikatagororikan salah satu negara yang terbesar melakukan pembajakan.Berkembangnya kemajuan tenologi digital sangat mempermudah pembajakan dipelbagai bidang seperti dalam CD,DVD, Optical Disk dan juga penayangan film pada internet banyak yang merupakan film bajakan .Dalam kesempatan ini Indonesia ditempatkan dalam kelompok negara priority wacht list
III. HAK CIPTA ATAS KARYA SASTRA
Karya sastra tidak dapat dipandang sebelah mata. Dari karya sastra kita mendapatkan pembelajaran. Menengok pada sejarah, ternyata dari lingkup karya sastralah konsep hak cipta muncul. Dimulai sejak 2500 tahun yang lalu yakni, pada zaman Yunani Kuno dimana diciptakan tanda baca dan tulis yaitu ’titik dan koma’ oleh Pehriad. Namun oleh pemerintah Yunani ternyata kurang mendapat tanggapan. Justru di pemerintahan Roma, Pehriad, melalui perjuangan anaknya, Appulus, mendapatkan pengakuan sekaligus penghargaan berupa honorarium atas penggunaan ’titik’. Penggunaan tanda baca ’koma’ diserahkan bagi pemerintahan Roma. Dapat dibayangkan betapa repotnya kita apabila tidak pernah diciptakan kedua tanda baca ini. Suatu karya tulis tidak akan memiliki lagu ataupun keindahan.
Apa yang dilindungi sebagai suatu ciptaan sebagaimana yang dikonsepkan oleh Undang-Undang Hak Cipta dimanapun juga di seluruh dunia, adalah: ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Karya sastra diartikan sebagai suatu karya tulis. Pertanyaan berikutnya adalah karya tulis yang seperti apa?
Sampai sejauh ini, cukup sulit untuk mendefinisikan apa yang diartikan sebagai karya sastra. Aristoteles mungkin mengartikan karya sastra sebagai hasil karya orang-orang yang mampu mewujudkan ide yang ada dalam pikirannya disesuaikan dengan realita masyarakat. Maka, hasil akhirnya suatu karya sastra lebih cenderung sebagai pengejawantahan kehidupan seorang pengarang dengan imajinasi-imajinasinya sebagai individu maupun dalam kehidupannya sebagai suatu masyarakat. Tidak heran karya sastra bersifat sangat ekspresif, kritis bahkan ada yang vulgar. Sering saya dibuat terkagum-kagum pada saat membaca suatu karya sastra dimana seorang pengarang begitu mahir menyatukan kata-kata asli ataupun kiasan yang oleh orang awam seperti saya harus dibaca berulang-ulang, dan pada saat saya akhirnya mengerti maknanya, mampu membuat saya tersenyum.
Uniknya lagi suatu karya sastra, terkadang hampir sama dengan lukisan abstrak. Pembaca dapat menginterpretasikan karya sastra jauh melebihi maksud pengarang ataupun bahkan berbeda sama sekali dengan maksud si pengarang. Interpretasi ini tentunya juga tergantung dari latar belakang si pembaca yang berbeda-beda. Disinilah mungkin yang diartikan sebagai kematian pengarang, karena pada saat pembaca membaca suatu karya sastra, si pengarang akan ditiadakan. Pembaca akan sibuk sendiri dengan pengartian-pengartian mereka atas karya sastra tersebut.
Apa yang membedakan karya sastra dengan karya tulis biasa? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan bahwa karya sastra adalah karya tulis yang menggunakan bukan bahasa sehari-hari, memiliki keaslian dan keartistikan dalam bahasa dan pengungkapannya. Bahkan Dr. Abdullah Dahana mengatakan bahwa arti sastra sendiri adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan. Menurutnya sejauh ini definisi sastra terlalu dipersempit hanya dalam arti sastra saja.
Definisi karya sastrapun menjadi tugas untuk dijawab oleh kalangan pemerhati karya sastra. Apalagi melihat peraih nobel sastra ada yang berasal dari kalangan yang justru bukan sastrawan. Misalnya saja Clifford Geertz yang menulis tentang sabung ayam di Bali. Karyanya mengangkat fenomena masyarakat di Bali, menceritakan latar belakang dari kegiatan sabung ayam, makna-makna yang terkandung dari kegiatan-kegiatan tersebut. Dengan demikian apakah definisi dari suatu karya sastra masih meliputi bahasa yang harus indah? Mungkin lebih tepat apabila sastra diartikan sebagai budaya. Tinggal pembatasannya yang harus diperjelas.
Apapun definisi karya sastra, hak cipta tetap memberikan perlindungan. Namun karena banyaknya penegak hukum yang awam akan karya sastra, sudah seharusnya para sastrawan mulai aware, setidaknya untuk mau melindungi hak ciptanya.
Di Indonesia, kasus hak cipta yang cukup marak masih bersifat pembajakan buku, belum sampai ke tahap pelanggaran hak cipta pada kutipan, pembacaan oleh pihak yang tidak ber hak. Berbeda dengan di Eropa, seperti yang dialami oleh Taufiq Ismail. Stasiun radio Denmark memberikan royalti kepada Taufiq karena sajaknya dibacakan oleh radio tersebut. Disinilah uniknya, perbedaan negara tidak menghalangi seseorang yang beritikad baik untuk membayar royalti atas karya cipta orang lain yang telah dimanfaatkannya, walaupun kecil kemungkinannya si Pencipta tahu kalau karyanya telah dieksploitasi. Hal seperti ini patut dicontoh oleh para pengguna karya cipta orang lain.
Sastrawan disini juga harus lebih hati-hati terutama dengan kemajuan tehnologi. Misalnya saja adanya mesin pencari Google yang akan meluncurkan portal yang didedikasikan untuk dunia sastra. Mesin ini akan mempromosikan semua bentuk karya sastra secara online. Tentunya kecanggihan jaman memiliki nilai positif dan negatif. Positif untuk seseorang dapat lebih mudah mempublikasikan karyanya, negatif, apabila suatu karya cipta dimanfaatkan oleh orang lain tanpa memberikan imbalan yang layak bagi penciptanya. Apalagi kondisi ini sudah dimudahkan dengan adanya sistem online.
Walaupun undang-undang hak cipta merupakan delik biasa dan bukan merupakan delik aduan, namun tanpa bantuan para pencipta yakni sastrawan disini pastinya sangat sulit untuk menegakkan hukum hak cipta atas karya sastra.
Pemerintah telah membuat undang-undang hak cipta yaitu dengan maksud memberikan penghargaan bagi pencipta berupa hak moral dan hak ekonomi. Apabila hak-hak ini hanya sekedar penghias saja tentunya sangat disayangkan. Para sastrawan harus memperjuangkan hak mereka. Dengan memperjuangkan hak moral, sastrawan akan dihormati namanya, dan dengan hak ekonomi, sastrawan akan digantikan jerih payahnya.
Tidak pernah ada istilah terlambat, budaya bangga ditiru tentunya harus sudah diganti. Bangga dengan adanya acknowledgement tentunya akan lebih indah. Indah seperti karya-karya sastra yang telah diciptakannya.
Kesimpulan
1. Bahwa tingginya budaya suatu bangsa tercermin dari karya-karya seni dan sastra yang dihasilkan oleh bangsa itu sendiri.
2. Guna menghargai dan menumbuh kembangkan suatu seni dan sastra perlu adanya perlindungan hukum bagi para pencipta.
3. Dalam era globalisasi seperti saat sekarang ini kesenian dan sastra telah menjadi komoditi komersial yang dapat mendatangkan keuntungan besar.
4. Hanya saja sebagian besar seniman/seniwati tidak menyadari atau bahkan tidak tahu sama sekali kalau hasil karyanya telah dikomersialkan orang lain yang seharusnya dapat mereka nikmati sebagai jerih payah menciptakan karya seni atau sastra tersebut.
5. Oleh karena itu Temu Sastra Indonesia ini sangat penting artinya untuk memberikan solusi-solusi agar kesenian dan sastra Bangsa Indonesia terus tumbuh dan berkembang dengan baik tanpa melupakan jerih payah para pencipta, karena kalau para pencipta dan seniman sudah tidak ada kemauan memajukan budaya berarti kemunduran dari dari bangsa itu sendiri .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar