Jumat, 25 Februari 2011

DAYA PIKAT CERITA PENDEK

17 tahun yang lalu (Sriwijaya Post, Minggu 24 Januari 1993) saya mengajukan pertanyaan "Di manakah letak daya tarik sebuah cerita pendek?". Daya tarik sebuah cerita pendek, pertama-tama menyeruak melalui pembuka dan penutup cerpen. Ada kebiasaan di antara pembaca "kritis-kreatif", misalnya kritikus, selalu menumpukan pembacaan cerpen pada pembuka dan penutup cerpen. Cerpen akan dibaca tandas dan tuntas apabila dibuka secara menarik. Pembaca cerpen akan segera "mencampakkan" cerpen yang sedang dibaca bila paragraf pembuka cerpen tidak menarik perhatian. Pembaca akan merasa "tertipu" seandainya kalimat penutup cerpen membuat pembaca kecewa, misalnya yang diceritakan hanyalah ada di dunia mimpi atau sebaliknya, ditutup dengan pemaparan yang datar dan tidak memiliki daya kejut.

Selain terletak pada pembuka dan penutup cerpen, daya tarik sebuah cerpen juga terletak pada bobot persoalan dan gaya pemaparan persoalan itu. Persoalan dan gaya pemaparan menjadi daya tarik cerpen apabila persoalan itu unik dan disajikan secara unik pula. Cerpen hanya menyediakan ruang bagi pengarang untuk mengeplorasi satu sisi kehidupan manusia yang unik dan menarik. Sesuai dengan namanya, cerpen adalah cerita yang pendek. Sifat pendek ini tidak memberikan ruang keleluasaan bagi pengarang cerpen untuk mengungkapkan segala hal.

Cerita pendek yang baik dan menarik serta memiliki daya pikat bagi pembaca adalah cerita yang menyodorkan satu persoalan yang diwadahi lewwat pengaluran yang sesuai, lewat latar yang tepat, dan sudut pandang penceritaan yang mantap. Selain itu, cerpen akan memberikan daya tarik bagi pembaca apabila tokoh dan penokohannya tampil secara kuat dan memikat. Hal-hal yang unik dan eksotik cerita pendek bisa jadi terkait dengan kearifan lokal (local wisdom) seperti kumpulan cerpen "Kolecer & Hari Raya Hantu" (memuat 20 cerpen karya 11 cerpenis yang berasal dari berbagai latar belakang seperti Minang, Batak, Melayu, Makassar, Jawa, Sunda, Bali).

Cerpen-cerpen yang ada di dalam buku ini memenuhi kebutuhan pembaca, yakni (1) menyajikan pembuka dan penutup cerpen secara menarik, (2) mengungkapkan sesuatu yang khas di suatu daerah dengan kekuatan etnis dan sentuhan magis, (3) menggunakan model pemaparan yang menumbuhkan keinginan bagi pembaca untuk terus membaca sampai akhir, (4) menyajikan latar, alur, dan tokoh yang cukup kuat, dan (5) rata-rata cerpen yang termuat di dalam buku betul-betul cerpen yang pendek (cerpenpen). Cerpen di dalam buku ini, jauh berbeda jika dibandingkan dengan tradisi cerpen "dunia barat" yang biasa disebut Short Story, yang rata-rata pengungkapnannya relatif panjang. Cerpen di Indonesia, sepertinya disesuaikan dengan format cerpen di dalam media massa cetak berupa koran dan majalah yang ruang pemuatannya biasanya terbatas.


Jambi, 16 Juli 2010
Notes:
"Kolecer dan Hari Raya Hantu" (Selasar Pena Talenta, 2010) memuat karya Benny Arnas, Cessilia Ces, Gunawan Maryanto, Hanna Fransisca, Iwan Soekri, Khrisna Pabicara, Nenden Lilis A., Noena, Oka Rusmini, Sastri Bakry, dan Saut Poltak Tambunan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar