1. Pengantar
Pembelajaran sastra Indonesia memiliki tujuan untuk mempertajam perasaan, penalaran, daya imajinasi, kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup pembelajar. Secara komprehensif pembelajaran sastra Indonesia dapat memberikan kontribusi positif dalam pendidikan moral, sikap, watak, budi pekerti, pengetahuan budaya, dan keterampilan berbahasa. Pembentukan pribadi berkarakter berpangkal tolak dari ranah moral, sikap, watak, dan budi pekerti. Dalam konteks ini dapat dinyatakan bahwa pembelajaran sastra dapat bersifat reseptif, produktif, atau sekaligus reseptif-produktif untuk menggali, mengenali berbagai macam nilai, serta mengungkapkannya secara tertulis. Pembelajar tidak cukup dibekali pengetahuan,sejarah sastra, dan kritik sastra melainkan juga pengalaman kreatif mencipta dan menghadirkan (menampilkan) karya sastra dalam setiap pembelajaran sastra.
Salah satu masalah yang dihadapi dalam usaha pembangunan bangsa kita dewasa ini ialah pembentukan pribadi berkarakter. Dunia pendidikan berkepentingan melakukan usaha peningkatan pribadi berkarakter untuk mengambil posisi dan menempatkan presisi yang prestise di tengah karut-marut persoalan yang dihadapi negeri ini. Pentingnya pembentukan pribadi berkarakter di kalangan pembelajar didukung oleh pandangan Norman Podhoretz bahwa “sastra dapat memberi pengaruh yang sangat besar terhadap cara berpikir seseorang mengenai hidup, mengenai baik buruk, mengenai benar salah, mengenai cara hidup sendiri serta bangsanya”. Pembelajaran puisi sebagai bagian dari sastra diyakini dapat membentuk dan memajukan pribadi yang fully functioning person, seorang pribadi yang paripurna sebagai individu, makhluk sosial dan sebagai makhluk Tuhan.
2. Model Pembelajaran Kreatif-Produktif
Model Pembelajaran Kreatif dan Produktif (MPKP) mengindikasikan adanya empat prosedur, yakni (1) orientasi, (2) eksplorasi, (3) interpretasi, dan (4) re-kreasi.
Langkah pertama, orientasi, diawali dengan orientasi untuk mengkomunikasikan dan menyepakati tugas dan langkah pembelajaran. Pengajar mengkomunikasikan tujuan, materi, waktu, langkah, dan hasil akhir serta penilaian yang dilakukan. Pengajar dan pembelajar memiliki kesepakatan tentang hal-hal yang akan dilakukan dan dihasilkan selama proses pembelajaran berlangsung.
Langkah kedua, eksplorasi, pada tahap ini pembelajar melakukan eksplorasi terhadap masalah/konsep yang akan dikaji dengan berbagai cara seperti membaca dan menikmati secara langsung karya sastra, melakukan observasi, mencacat kesan, melakukan wawancara, menonton pertunjukan, melakukan percobaan, browsing internet. Kegiatan ini dapat dilakukan baik secara individual maupun secara kelompok. Waktu untuk eksplorasi disesuaikan dengan luasnya bidang yang harus diesplorasi. Eksplorasi yang memerlukan waktu lama dilakukan diluar jam pelajaran, sedangkan eksplorasi yang singkat dilakukan di dalam pembelajaran.
Langkah ketiga, interpretasi. Dalam tahap interpretasi, hasil eksplorasi diinterpretasikan melalui kegiatan analisis, diskusi, tanya jawab, atau eksperimen. Interpretasi dilakukan pada kegiatan tatap muka. Pada akhir tahap interpretasi diharapkan semua pembelajar telah memahami konsep/topik/masalah yang dikaji.
Langkah keempat, re-kreasi. Pada tahap re-kreasi pembelajar ditugaskan untuk menghasilkan sesuatu yang mencerminkan pemahamannya terhadap konsep/topik/masalah yang dikaji menurut kreasinya masing-masing. Misalnya dalam apresiasi sastra, pembelajar dapat diminta menulis skenario drama dari novel yang sedang dikajinya, atau menulis kembali sudut pandang seorang pelaku, atau menulis puisi yang paling tepat mencerminkan satu situasi dalam novel. Re-kreasi dapat dilakukan secara individu atau kelompok. Hasil re-kreasi merupakan produk kreatif dapat dipresentasikan, dipajang, atau ditindaklanjuti. Istilah re-kreasi dapat diartikan sebagai upaya ‘penciptaan kembali’. Dalam imple-mentasinya, pengajar memberikan cukup ruang bagi pembelajar untuk menulis puisi berdasarkan unsur-unsur yang terdapat di dalam puisi lain yang pernah dibacanya.
Model Pembelajaran Kreatif dan Produktif pada prinsipnya dapat diimplementasikan untuk semua materi pembelajaran sastra. Dalam artikel ini ditampilkan implementasi MPKP untuk pembelajaran puisi. Setelah melewati tahap orientasi, eksplorasi, dan interpretasi (yang menggambarkan proses menggemari, menikmati, dan mereaksi), pengajar dapat merancang pembelajaran puisi dengan mengembangkan tahap re-kreasi, yakni tingkat memproduksi atau menghasilkan karya.
3. Pembentukan Pribadi Berkarakter
Pembentukan pribadi berkarakter menjadi tujuan utama pembelajaran puisi. Melalui pembelajaran yang bersifat reseptif, kreatif, dan produktif memungkinkan seluruh potensi pembelajar berkembang sesuai dengan harapan. Dalam kaitan pembentukan pribadi berkarakter, pembelajaran puisi seyogianya diarahkan pada kegiatan apresiasi pembelajar terhadap berbagai ragam dan manifestasi karya sastra. Kegiatan apresiasi sastra merupakan proses yang menggambarkan adanya empat tingkatan, yakni (1) tingkat menggemari, (2) tingkat menikmati, (3) tingkat mereaksi, dan (4) tingkat menghasilkan. Empat tingkatan ini secara konseptual mewadahi kegiatan yang bersifat reseptif, kreatif, dan produktif untuk pembentukan pribadi pembelajar yang berkarakter.
Pertama, tingkat menggemari ditandai oleh adanya rasa tertarik pembelajar terhadap karya sastra serta berkeinginan membacanya. Pada saat membaca seseorang pembelajar mengalami pengalaman yang ada dalam sebuah karya. Ia terlibat secara intelektual, emosional, dan imajinatif dengan karya itu. Dalam peristiwa seperti itu pikiran, perasaan, dan imajinasi seseorang melakukan penjelajahan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pengarang.
Kedua, dalam tingkat menikmati seorang pembelajar mulai dapat menikmati karya sastra karena pengertian telah tumbuh. Dengan mengenal, memahami, merasakan, dan mengambil makna pengalaman orang lain yang dicapai pada tingkat menggemari. Seorang pembelejar jadi bertambah pula pengalamannya sehingga dapat lebih baik menghadapi kehidupannya sendiri. Dengan membaca sastra seorang pembelajar dapat merasakan kepuasan. Kepuasan estetik namanya.
Ketiga, tingkat mereaksi ditandai oleh adanya keinginan pembelajar untuk menyatakan pendapatnya tentang karya yang telah dinikmatinya. Pada tingkat ini daya intelektual pembelajar mulai bekerja lebih giat. Seseorang pembelajar mulai bertanya pada dirinya sendiri tentang makna pengalaman yang didapatnya dari karya sastra. Ia mulai bertanya mengapa penyair mengungkapkan hal itu, bagaimana implikasinya. Pembelajar pada tingkat mereaksi ini akan memperoleh pengalaman yang lebih dalam dan kenikmatan yang lebih tinggi berkat kemampuan intelektualnya. Pada tingkat mereaksi ini dapat diwujudkan melalui tulisan resensi atau berdebat dalam suatu diskusi sastra.
Keempat, tingkat produktif. Tingkat produktif dalam kegiatan apresiasi sastra ditandai oleh kemampuan menghasilkan karya sastra. Keempat tingkatan apresiasi sastra tersebut memiliki relevansi dengan Model Pembelajaran Kreatif dan Produktif (MPKP). MPKP diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran, baik di jenjang pendidikan dasar dan menengah, maupun pada jenjang perguruan tinggi. Model kreatif dan produktif dikembangkan dengan mengacu kepada berbagai pendekatan pembelajaran yang diasumsikan mampu meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar.” Pendekatan itu antara lain belajar aktif, kreatif, konstruktif, kolaboratif, dan kooperatif. Karakteristik penting setiap pendekatan tersebut diintegrasikan sehingga menghasilkan satu model yang memungkinkan pembelajar mengembangkan kreativitas untuk menghasilkan produk yang bersumber dari pemahaman mereka terhadap konsep yang sedang dikaji.
Beberapa karakteristik yang merupakan prinsip dasar MPKP adalah pertama, keterlibatan pembelajar secara intelektual dan emosional dalam pembelajaran. Kedua, pembelajar didorong untuk menemukan/ mengkonstruksi sendiri konsep yang sedang dikaji melalui penafsiran yang dilakukan melalui berbagai cara seperti observasi, diskusi, atau percobaan (melalui orientasi dan eksplorasi). Ketiga, pembelajar diberi kesempatan untuk bertanggung jawab menyelesaikan tugas bersama (melalui kegiatan eksplorasi, interpretasi, dan “re-kreasi”). Keempat, pada dasarnya untuk menjadi kreatif, seseorang harus bekerja keras, berdedikasi tinggi, antusias, serta percaya diri.
(Pokok-pokok pikiran Makalah untuk disajikan pada Seminar dan Rapat Tahunan Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Negeri Wilayah Indonesia Barat di Universitas Jambi, 14-15 Juli 2010)
Pembelajaran sastra Indonesia memiliki tujuan untuk mempertajam perasaan, penalaran, daya imajinasi, kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup pembelajar. Secara komprehensif pembelajaran sastra Indonesia dapat memberikan kontribusi positif dalam pendidikan moral, sikap, watak, budi pekerti, pengetahuan budaya, dan keterampilan berbahasa. Pembentukan pribadi berkarakter berpangkal tolak dari ranah moral, sikap, watak, dan budi pekerti. Dalam konteks ini dapat dinyatakan bahwa pembelajaran sastra dapat bersifat reseptif, produktif, atau sekaligus reseptif-produktif untuk menggali, mengenali berbagai macam nilai, serta mengungkapkannya secara tertulis. Pembelajar tidak cukup dibekali pengetahuan,sejarah sastra, dan kritik sastra melainkan juga pengalaman kreatif mencipta dan menghadirkan (menampilkan) karya sastra dalam setiap pembelajaran sastra.
Salah satu masalah yang dihadapi dalam usaha pembangunan bangsa kita dewasa ini ialah pembentukan pribadi berkarakter. Dunia pendidikan berkepentingan melakukan usaha peningkatan pribadi berkarakter untuk mengambil posisi dan menempatkan presisi yang prestise di tengah karut-marut persoalan yang dihadapi negeri ini. Pentingnya pembentukan pribadi berkarakter di kalangan pembelajar didukung oleh pandangan Norman Podhoretz bahwa “sastra dapat memberi pengaruh yang sangat besar terhadap cara berpikir seseorang mengenai hidup, mengenai baik buruk, mengenai benar salah, mengenai cara hidup sendiri serta bangsanya”. Pembelajaran puisi sebagai bagian dari sastra diyakini dapat membentuk dan memajukan pribadi yang fully functioning person, seorang pribadi yang paripurna sebagai individu, makhluk sosial dan sebagai makhluk Tuhan.
2. Model Pembelajaran Kreatif-Produktif
Model Pembelajaran Kreatif dan Produktif (MPKP) mengindikasikan adanya empat prosedur, yakni (1) orientasi, (2) eksplorasi, (3) interpretasi, dan (4) re-kreasi.
Langkah pertama, orientasi, diawali dengan orientasi untuk mengkomunikasikan dan menyepakati tugas dan langkah pembelajaran. Pengajar mengkomunikasikan tujuan, materi, waktu, langkah, dan hasil akhir serta penilaian yang dilakukan. Pengajar dan pembelajar memiliki kesepakatan tentang hal-hal yang akan dilakukan dan dihasilkan selama proses pembelajaran berlangsung.
Langkah kedua, eksplorasi, pada tahap ini pembelajar melakukan eksplorasi terhadap masalah/konsep yang akan dikaji dengan berbagai cara seperti membaca dan menikmati secara langsung karya sastra, melakukan observasi, mencacat kesan, melakukan wawancara, menonton pertunjukan, melakukan percobaan, browsing internet. Kegiatan ini dapat dilakukan baik secara individual maupun secara kelompok. Waktu untuk eksplorasi disesuaikan dengan luasnya bidang yang harus diesplorasi. Eksplorasi yang memerlukan waktu lama dilakukan diluar jam pelajaran, sedangkan eksplorasi yang singkat dilakukan di dalam pembelajaran.
Langkah ketiga, interpretasi. Dalam tahap interpretasi, hasil eksplorasi diinterpretasikan melalui kegiatan analisis, diskusi, tanya jawab, atau eksperimen. Interpretasi dilakukan pada kegiatan tatap muka. Pada akhir tahap interpretasi diharapkan semua pembelajar telah memahami konsep/topik/masalah yang dikaji.
Langkah keempat, re-kreasi. Pada tahap re-kreasi pembelajar ditugaskan untuk menghasilkan sesuatu yang mencerminkan pemahamannya terhadap konsep/topik/masalah yang dikaji menurut kreasinya masing-masing. Misalnya dalam apresiasi sastra, pembelajar dapat diminta menulis skenario drama dari novel yang sedang dikajinya, atau menulis kembali sudut pandang seorang pelaku, atau menulis puisi yang paling tepat mencerminkan satu situasi dalam novel. Re-kreasi dapat dilakukan secara individu atau kelompok. Hasil re-kreasi merupakan produk kreatif dapat dipresentasikan, dipajang, atau ditindaklanjuti. Istilah re-kreasi dapat diartikan sebagai upaya ‘penciptaan kembali’. Dalam imple-mentasinya, pengajar memberikan cukup ruang bagi pembelajar untuk menulis puisi berdasarkan unsur-unsur yang terdapat di dalam puisi lain yang pernah dibacanya.
Model Pembelajaran Kreatif dan Produktif pada prinsipnya dapat diimplementasikan untuk semua materi pembelajaran sastra. Dalam artikel ini ditampilkan implementasi MPKP untuk pembelajaran puisi. Setelah melewati tahap orientasi, eksplorasi, dan interpretasi (yang menggambarkan proses menggemari, menikmati, dan mereaksi), pengajar dapat merancang pembelajaran puisi dengan mengembangkan tahap re-kreasi, yakni tingkat memproduksi atau menghasilkan karya.
3. Pembentukan Pribadi Berkarakter
Pembentukan pribadi berkarakter menjadi tujuan utama pembelajaran puisi. Melalui pembelajaran yang bersifat reseptif, kreatif, dan produktif memungkinkan seluruh potensi pembelajar berkembang sesuai dengan harapan. Dalam kaitan pembentukan pribadi berkarakter, pembelajaran puisi seyogianya diarahkan pada kegiatan apresiasi pembelajar terhadap berbagai ragam dan manifestasi karya sastra. Kegiatan apresiasi sastra merupakan proses yang menggambarkan adanya empat tingkatan, yakni (1) tingkat menggemari, (2) tingkat menikmati, (3) tingkat mereaksi, dan (4) tingkat menghasilkan. Empat tingkatan ini secara konseptual mewadahi kegiatan yang bersifat reseptif, kreatif, dan produktif untuk pembentukan pribadi pembelajar yang berkarakter.
Pertama, tingkat menggemari ditandai oleh adanya rasa tertarik pembelajar terhadap karya sastra serta berkeinginan membacanya. Pada saat membaca seseorang pembelajar mengalami pengalaman yang ada dalam sebuah karya. Ia terlibat secara intelektual, emosional, dan imajinatif dengan karya itu. Dalam peristiwa seperti itu pikiran, perasaan, dan imajinasi seseorang melakukan penjelajahan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pengarang.
Kedua, dalam tingkat menikmati seorang pembelajar mulai dapat menikmati karya sastra karena pengertian telah tumbuh. Dengan mengenal, memahami, merasakan, dan mengambil makna pengalaman orang lain yang dicapai pada tingkat menggemari. Seorang pembelejar jadi bertambah pula pengalamannya sehingga dapat lebih baik menghadapi kehidupannya sendiri. Dengan membaca sastra seorang pembelajar dapat merasakan kepuasan. Kepuasan estetik namanya.
Ketiga, tingkat mereaksi ditandai oleh adanya keinginan pembelajar untuk menyatakan pendapatnya tentang karya yang telah dinikmatinya. Pada tingkat ini daya intelektual pembelajar mulai bekerja lebih giat. Seseorang pembelajar mulai bertanya pada dirinya sendiri tentang makna pengalaman yang didapatnya dari karya sastra. Ia mulai bertanya mengapa penyair mengungkapkan hal itu, bagaimana implikasinya. Pembelajar pada tingkat mereaksi ini akan memperoleh pengalaman yang lebih dalam dan kenikmatan yang lebih tinggi berkat kemampuan intelektualnya. Pada tingkat mereaksi ini dapat diwujudkan melalui tulisan resensi atau berdebat dalam suatu diskusi sastra.
Keempat, tingkat produktif. Tingkat produktif dalam kegiatan apresiasi sastra ditandai oleh kemampuan menghasilkan karya sastra. Keempat tingkatan apresiasi sastra tersebut memiliki relevansi dengan Model Pembelajaran Kreatif dan Produktif (MPKP). MPKP diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran, baik di jenjang pendidikan dasar dan menengah, maupun pada jenjang perguruan tinggi. Model kreatif dan produktif dikembangkan dengan mengacu kepada berbagai pendekatan pembelajaran yang diasumsikan mampu meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar.” Pendekatan itu antara lain belajar aktif, kreatif, konstruktif, kolaboratif, dan kooperatif. Karakteristik penting setiap pendekatan tersebut diintegrasikan sehingga menghasilkan satu model yang memungkinkan pembelajar mengembangkan kreativitas untuk menghasilkan produk yang bersumber dari pemahaman mereka terhadap konsep yang sedang dikaji.
Beberapa karakteristik yang merupakan prinsip dasar MPKP adalah pertama, keterlibatan pembelajar secara intelektual dan emosional dalam pembelajaran. Kedua, pembelajar didorong untuk menemukan/ mengkonstruksi sendiri konsep yang sedang dikaji melalui penafsiran yang dilakukan melalui berbagai cara seperti observasi, diskusi, atau percobaan (melalui orientasi dan eksplorasi). Ketiga, pembelajar diberi kesempatan untuk bertanggung jawab menyelesaikan tugas bersama (melalui kegiatan eksplorasi, interpretasi, dan “re-kreasi”). Keempat, pada dasarnya untuk menjadi kreatif, seseorang harus bekerja keras, berdedikasi tinggi, antusias, serta percaya diri.
(Pokok-pokok pikiran Makalah untuk disajikan pada Seminar dan Rapat Tahunan Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Negeri Wilayah Indonesia Barat di Universitas Jambi, 14-15 Juli 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar