Kamis, 24 Februari 2011

PERIHAL DIKSI DALAM MENULIS PUISI


(pengantar awal bagi pencinta puisi)

Catatan: Dimas Arika Mihardja

SEGALA pembicaraan bahasa dan unsur-unsurnya dalam penulisan puisi hakikatnya terkait dengan diksi. Diksi sebagai satu unsur yang ikut membangun keberadaan puisi berarti pemilihan kata yang dilakukan oleh penyair untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan-perasaan yang bergejolak dan menggejala dalam dirinya. Peranan diksi di dalam penulisan puisi memiliki arti penting karena kata-kata adalah segala-galanya dalam puisi. Bahkan, untuk jenis puisi imajis seperti ditulis oleh Sapardi Djoko Damono, kata-kata tidak sekadar berperan sebagai sarana yang menghubugkan pembaca dengan gagasan penyair. Dalam puisi imajis, kata-kata sekaligus sebagai pendukung dan penghubung pembaca dengan dunia intuisi penyair.

Dapat dikemukakan bahwa diksi merupakan esensi penulisan puisi. Pilihan kata yang tepat dan cermat dapat mengukuhkan pengalaman penyair di dalam puisi yang ditulisnya. Pilihan kata yang tepat dan cermat memungkinkan kata-kata tidak sekedar merekat dan menempel satu sama lain, tetapi kata-kata itu dinamis dan bergerak serta memberikan kesan yang hidup. Kata-kata seperti itu tidak sekadar menjadi penanda, tetapi sekaligus menjadi dunia puitik itu sendiri. Oleh karena itu, untuk menulis puisi siapapun tidak boleh meremehkan atau mengabaikan unsur diksi ini. Penulis puisi tidak boleh menafikan kosakata, bahasa kiasan, bangunan imaji dan sarana retorika.

Meskipun diksi dalam penulisan puisi memiliki arti penting, Sanusi Pane pernah mengingatkan bahwa kata-kata yang dipilih dalam penulisan puisi tak serta merta menggunakan kata-kata yang rancak (indah semata), kata-kata yang pelik hanya mengejar estetika (kata-kata yang rumit hanya mengejar keindahan menurut versi penyair dan menjadi asing di mata pembaca), penyair disarankan untuk membuang segala kata yang ciuma mempermainkan mata, hanya dibaca sepintas lalu karena kata-kata itu tidak keluar dari sukma (jiwa, batin, pikiran dan perasaan) penyair. Kita simak sebuah puisi Sanusi Pane berjudul "Sajak" berikut ini

SAJAK

O, bukannya dalam kata yang rancak
kata yang pelik kebagusan sajak,
O, pujangga,buang segala kata,
yang 'kan cuma mempermainkan mata,
dan hanya dibaca selintas lalu,
karena tak keluar dari sukmamu.

Seperti matahari mencintai bumi,
memberi sinar selama-lamanya,
tidak meminta sesuatu kembali,
harus cintamu senantiasa

(Sanusi Pane, Tonggak 1, hlm. 41)

Di akhir puisinya yang berjudul "Sajak", Sanusi Pane menambahkan bahwa puisi yang baik, pilihan kata yang tepat dan cerpat di dalam puisi, memiliki substansi seperti matahari yang setia memberikan sinarnya. Matahari itu setia dan tidak meminta imbalan. Matahari makna itu hanya dapat dipahami, dimengerti dan dihayati oleh 'kecintaan' pembaca. Apa pun diksi yang dipakai oleh penyair haruslah fungsional, komunikatif, menarik perhatian, dan memendarkan makna secara abadi.

Demikianlah, sedikit perkenalan mengenai diksi saat menulis puisi. Harapan saya, masyarakat fesbukers yang memiliki kegemaran menulis puisi dapat memilih kata (diksi) sesuai denga  keperluan ekspresi. Tidak ada seorang pun penyair yang sukses, yang mempersetankan diksi. Diksi di dalam penulisan puisi ini realisasi dan relasinya beragam. Lain kesempatan hal-hal terkait dengan diksi dan relasinya dengan bahasa kiasan, lambang/simbol/tanda, unsur kepuitisan, imajinasi, dan sarana retorika akan saya tulis tersendiri. Semoga ada manfaatnya.

Salam Kreatif,
Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, September 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar