KATA di dalam puisi selain dapat dikaji dari segi-segi yang inheren dalam bahasa itu sendiri seperti aspek fonologis, morfologis, sintaksis, dan semantisnya dapat juga ditinjau dari segi bagaimana kata-kata itu menunjukkan dirinya dalam hal merujuk, menyimpangi, dan mengedepankan sesuatu. Penyair selalu asyik memilih kata (diksi) di dalam puisi-puisi yang diciptakannya. Kata-kata yang dipilih itu menghasilkan kata-kata terpilih, kata-kata terseleksi, dan kata-kata yang secara akurat dapat mengungkapkan pengalaman penyairnya. Ketika melakukan pilihan kata (diksi), sesungguhnya penyair juga berurusan dengan imaji.
Pilihan kata oleh penyair yang difungsikan untuk merujuk,menyimpangi, dan mengekspresikan sesuatu terkait dengan imaji. Dengan diksi, penyair berusaha memperkongkret imaji. Imaji ini tidak lain adalah daya bayang atau kesan mental yang dapat dicerap gambarannya di alam pikir pembaca puisi. Untuk keperluan perujukan, penyair biasanya memanfaatkan alusi, yakni pemakaian kata-kata yang berasaldan menggunakan rujukan sejarah,sastra, atau mitos tertentu baik dari segi persona maupun peristiwanya. Alusi ini merupakan bagian dari simile atau metafora. Dalam puisi "Catetan 1946",misalnya ChairilAnwar menyebut tokoh Romeo dan Juliet dan pada puisi "Lagu Siul II" Chairil Anwar merujuk Ahasveros dan Eros sebagai mitos.
Penyair Sapardi Djoko Damono sebelum antologi DukaMu Abadi, banyak menggunakan alusi, misalnya puisi "Siapakah Engkau" digunakan Adam, sedangkan pada puisi "Pada Suatu Malam" dijumpai kata Yesus. Alusi yang digunakan oleh Sapardi ternyata tidak terbatas pada sejarah atau sesuatu yang dimitoskan saja, tetapi berkembang menjadi ungkapan pribadi penyairnya.
CIRI utama bahasa puisi lainnya ialah pengedepanan (foregrounding), yakni penciptaan salah satu aspek atau beberapa aspek bahasa puisi seperti metafora, repetisi,dan persajakan. Yuk, kita cicipi puisi gurih sedap yang ditulis penyair Sapardi Djoko Damono :
KETIKA JARI-JARI BUNGA TERBUKA
ketika jari-jari bunga terbuka
mendadak terasa: betapa sengit
cinta Kita
cahya bagai kabut, kabut cahya; di langit
menyisih awan hari ini; di bumi
meriap sepi yang purba;
ketika kemarau terasa ke bulu-bulu mata, suatu pagi
di sayap kupu-kupu, di sayap warna
swara burung di ranting-ranting cuaca
bulu-bulu cahya: betapa parah
cinta Kita
mabuk berjalan, di antara jerit bunga-bunga rekah
Puisi ini menggambarkan sebuah percintaan,percintaan Kita, manusia dan Tuhan, percintaan yang sengit dan parah melalui alam yang cerah: "suatu pagi/ di sayap kupu-kupu, di sayap warna". Dengan contoh sebiji puisi ini kita menjadi mengerti bahwa penyair melakukan berbagai upaya untuk membuat karyanya memiliki nilai estetika: simile, metafora, perujukan dan pengedepanan. Diksi dan imaji puisi gubahan Sapardi ini layak dijadikan referensi bagi siapapun yang mulai belajar menulis puisi.
Salam kreatif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar